Senin, 25 September 2017

Leasing (Sewa Guna Usaha)

PENGERTIAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)
Sewa guna usaha : perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lessee (nasabah) dimana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh nasabah dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.”
lessor adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha leasing dengan menyediakan berbagai macam barang modal, sedangkan lessee adalah nasabah yang menginginkan barang modal tersebut.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN LEASING
Kelebihan Leasing
  1. Pembiayaan penuh : transaksi leasing sering dilakukan tanpa uang muka dan pembiayaanya dapat diberikan 100%
  2. Lebih flexible : pembiayaan sewanya bisa diatur, disesuaikan dengan kemampuan lessee
  3. Off balance sheet : Jenis aktiva yang termasuk dalam kategori leasing tidak tercantum dalam kekayaan perusahaan.
  4. Pertimbangan akibat kemajuan teknologi : perusahaan-perusahaan  tidak terhindar dari kerugian akibat perkembangan teknologi yang demikian cepat.
  5. Meningkatkan Debet Capacity : Yaitu kapasitas hutangnya meningkat.

 Kekurangan Leasing
  1. Force Majeur adalah terputusnya transaksi leasing, seperti misalnya karena kebakaran, bencana alam dan lain-lain.
  2. Defalut adalah terputusnya transaksi leasing karena leasee tidak dapat memenuhi pembayaran lease payment serta kewajiban lainya sehingga kontrak finance lease berakhir lebih cepat.
  3. Sebab ekonomis, maksudnya adalah apabila lease mengakhiri masa lease sebelum waktunya karena pertimbangan ekonomis semata dengan membayar sekaligus kewajiban yang tersisa.

 KETENTUAN MENGENAI LEASING
Keppres Nomor 61 Tahun 1988 diperkenalkan adanya istilah pembiayaan, yaitu kegiatan pembiayaan dalam bentuk dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat luas.
Lembaga pembiayaan menurut ketentuan ini dimungkinkan untuk melakukan salah satu dari kegiatan pembiayaan seperti :
1.      Sewa guna usaha (leasing)
2.      Modal ventura (venture capital)
Adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal kedalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu.
3.      Anjak piutang (factoring)
Adalah badan yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri
4.      Pembiayaan konsumen (consumer finance)
Adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala.7
5.      Kartu kredit (credit card)
Adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Pemberian izin untuk melakukan usaha-usaha pembiayaan seperti diatas terlebih dulu harus memperoleh izin dari Menteri Keuangan.

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT
1.      Lessor : perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
2.      Lessee : nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.      Supplier : pedagang yang akan menyediakan barang di leasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
4.      Asuransi : perusahan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dekenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan

KEGIATAN LEASING
Kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.      Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease)
2.      Melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease).

Ciri-ciri kedua kegiatan leasing seperti yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
1.      Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee

2.      Kriteria untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Didalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.

Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi kedalam bentuk-bentuk sebagai berikut :
1.      Direct finance lease
Transaksi ini dikenal juga dengan namatrue lease. Dimana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee.Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkan termasuk penentuan harga dan suppliernya.
9
Oleh karena itu, proses pembelian yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
2.      Sales dan lease back
Proses ini dilakukan dimana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut, antara lessee dengan lessor. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja pihak lessee.Sedangkan dalam operating lease dimana pihak lessor sengaja membeli barang modal untuk kemudian di leasekan kepada pihak lessee. Biaya yang dikenakan terhadap lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lease berikut bunganya.

JENIS-JENIS PERUSAHAAN LEASING.
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :
1.      Independent leasing
perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari supplierlain untuk dileasekan.
2.      Captive lessor
Dalam perusahaan leasing jenis ini, produsen atau supplier mendirikan perusahan leasing dan yang mereka leasekan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan penjualan sehingga mengurangi penumpukan barang digudang/toko.
3.      Lease broker
Perusahan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk dileasekan. Jadi dalam hal ini leasebroker hanya sebagai perantara antara pihak lessor dengan pihak lessee.

PERJANJIAN LEASING
Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain :
1.      Nama dan alamat lessee
2.      Jenis barang modal diinginkan
3.      Jumlah atau nilai barang yang dileasingkan
4.      Syarat-syarat pembayaran
5.      Syarat-syarat kepemilikan atau syarat-syarat lainnya
6.      Biaya-biaya yang dikenakan
7.      Sangsi-sangsi apabila lessee ingkar janji
8.      Dan lain-lainnya
Jika seluruh persyaratan sudah disetujui, maka pihak lessor akan menghubungi supplier untuk negosisasi barang dan menghubungi pihak asuransi untuk menanggung risiko kemacetan pembayaran oleh lessee. Namun, dalam praktiknya dapat pula sebelum nasabah mengajukan permohonan ke perusahan leasing, pihak lessee terlebih dahulu melakukan negosiasi dengan suppliernya, kemudian barulah mencari perusahan leasing yang akan menjadi lessornya.

BIAYA-BIAYA YANG DIKELUARKAN
Adapun biaya-biaya yang dibebankan kepada lease biasanya terdiri dari :
1.      Biaya administrasi yang besarnya dihitung pertahun
2.      Biaya materai untuk perjanjian
3.      Biaya bunga terhadap barang yang dileasekan
4.      Premi asuransi yang disetor kepada pihak asuransi

PROSEDUR PERMOHONAN LEASING
1.      Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas suatu barang modal baik secara lisan maupun tertulis.
2.      Pihak lessor akan meneliti maksud dan tujuan permohonan lessee penelitian tentang kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan. Jika masih ada dokumen atau informasi yang masih kurang, pemohon diminta untuk melengkapinya selengkap mungkin.
Kelengkapan dokumen tersebut antara lain sebagai berikut :
a.       Mengajukan permohonan secara tertulis kepada pihak leasing, yang berisi antara lain maksud dan tujuan mengajukan leasing serta cara pembayarannya.
b.      Akte pendirian perusahaan jika lessee berbentuk PT atau yayasan.
c.       KTP dan kartu keluarga jika lessee berbentuk perseorangan.
d.      Laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) 3 tahun terakhir jika lessee berbentuk PT.
e.       Slip gaji dan bukti penghasilan lainnya jika lessee berbentuk perseorangan.
f.       NPWP baik untuk perseorangan maupun perusahaan.
3.      Jika dokumen yang dibutuhkan sudah lengkap, maka pihak lessor memberikan informasi tentang persyaratan dalam perjanjian kontrak antara lessee dengan lessor, termasuk hak dan kewajibannya masing-masing.
4.      Pihak lessor akan mengadakan penelitian dan analisis terhadap informasi dan data yang diberikan lessee dengan cara :
a.      Penelitian data untuk mengukur kemampuan dan kemauan lessee membayar kembali. Penelitian ini dapat dilakukan dengan 5C, yaitu : character, capacity, capital, condition, dan coleteral
b.      Meneliti langsung ke lokasi lessee berada (on the spot)
c.       Meneliti ke lokasi dimana lessee punya hubungan
5.      Penelitian dilakukan unuk mengukur kemampuan nasabah membayar dan kemauan untuk membayar dengan disertai kebenaran informasi dan data yang ada dilapangan. Dari hasil penelitian dapatlah ditarik tiga kesimpulan yaitu :
a.       Menolak permohonan lessee dengan alasan tertentu;
b.       Masih dipertimbangkan dengan catatan ditunda atau permohonan belum dapat diproses sampai jangka waktu tertentu dengan berbagai alasan;
c.       Menerima permohonan lessee karena telah sesuai dengan keinginan lessor.
6.      Jika permohonan lessee telah diterima pihak lessor, maka pihak lessor mengadakan pertemuan dengan pihak lessee, tentang persyaratan yang harus dipenuhi antara lain penandatanganan surat perjanjian serta biaya-biaya yang harus dibayar pihak lessee.
7.      Pihak lessee membayar sejumlah kewajibannya dan menandatangani surat perjanjian antara lessee dengan lessor.
8.      Pihak lessor melakukan pemesanan kepada supplier sesuai dengan barang yang diinginkan lessee dan membayar sesuai dengan perjanjian dengan pihak supplier.
9.      Pihak lessor juga menghubungi serta membayar premi asuransi yang sudah disetor lessee sebelumnya kepada pihak lessor.
10.  Pihak lessors juga mengirim polis asuransi kepada lessee setelah diterbitkan oleh pihak lessor atas namalessee..

SANGSI-SANGSI
1.      Berupa teguran lisan supaya melunasi;
2.      Jika teguran lisan tidak digubris, maka akan diberikan teguran tertulis;
3.      Dikenakan denda sesuai dengan perjanjian;
4.      Penyitaan barang yang dipegang oleh lessee.

MANFAAT PERUSAHAAN LEASING
1.      Menghemat modal
Pemanfaatan sistem leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk memulai produksinya, lessee tidak harus menyediakan uang dalam jumlah besar untuk membeli mesin-mesin, dan sebagainya.Uang tersebut selanjutnya dapat digeserkan untuk kebutuhan usaha lainnya.
2.      Sangat luwes
Keluwesan ini menyangkut berbagai aspek antara lain struktur kontrak, besarnya sewa, jangka waktu kontrak serta niali sisa atau nilai residu.
3.      Sebagai sumber dana
Sumber dana diciptakan usaha leasing adalah dari jenis sale and lease back.
4.       Menguntungkan cash flow
Keluwesan dalam penentuan besarnya sewa akan menguntungkan cash flow lessee.
5.      Menciptakan keuntungan dari pengaruh inflasi
Pembayaran sewa bersifat tetap dan dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa (serta residu) akan turun jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
6.      Sarana kredit jangka menengah dan panjang
Semakin sulit mencari kredit jangka menengah dan panjang, membuat leasing menjadi alternatif pembiayaan. Leasing jenis lease and lease back merupakan sarana kredit jangka menengah dan panjang tersebut. Bahkan usaha jenis ini bisa juga melakuakan bullet repayment seperti pada long tern bank loan, yaitu rental yang dibayarkan setiap bulan hanya bunga saja.
7.      Dokumentasi sederhana.

Dokumentasi leasing biasanya sudah standar, sehingga untuk melakukan transaksi leasing berikutnya tinggal mengikuti dokumentasi yang sudah ada.

Pengertian Bank dan Sejarah Perbankan

Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang di mana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang. Biasanya bank menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman.

Sejarah Perbankan
Asal Mula Kegiatan Perbankan
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain:
  1. De Javasce NV.
  2. De Post Poar Bank.
  3. De Algemenevolks Crediet Bank.
  4. Nederland Handles Maatscappi (NHM).
  5. Nationale Handles Bank (NHB).
  6. De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara lain:
  1. Bank Nasional indonesia.
  2. Bank Abuan Saudagar.
  3. NV Bank Boemi.
  4. The Chartered Bank of India.
  5. The Yokohama Species Bank.
  6. The Matsui Bank.
  7. The Bank of China.
  8. Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:
  1. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ’46.
  2. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dar De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
  3. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
  4. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
  5. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
  6. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
  7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
  8. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
  9. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah, dan juga BPR Syari’ah (BPRS).
Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.

Sejarah Bank Pemerintah
Seperti diketahui bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajah nya, yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankan pun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajah nya baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:
  • Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
  • Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
1. Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
2. Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
  • Bank Negara Indonesia (BNI ’46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ’46.
  • Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
  • Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
  • Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
  • Bank Tabungan Negara (BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
  • Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Ban Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.

Sejarah Bank Indonesia (BI)
Kelembagaan
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasehat. Di tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah sempat dilebur ke dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu, Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan bantuan Dewan Moneter. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi dipimpin oleh Dewan Moneter. Setelah orde baru berlalu, Bank Indonesia dapat mencapai independensinya melalui UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lain. Namun, dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan, Bank Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Moneter
Setelah berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama untuk membiayai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi perekonomian, lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia.
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI) pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring (PPM) pada 2004.
Perbankan

Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh struktur kolonial. Bank-bank asing masih merajai kegiatan perbankan nasional, sementara peranan bank-bank nasional dalam negeri masih terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirnya Bank Indonesia pada tahun 1953, pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De Javasche Bank adalah bank asing pertama yang dinasionalisasi dan kemudian menjelma menjadi BI sebagai bank sentral Indonesia. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan memanasnya hubungan RI-Belanda, dilakukan nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda. Berikutnya, sistem ekonomi terpimpin telah membawa bank-bank pemerintah kepada sistem bank tunggal yang tidak bertahan lama. Orde baru datang membawa perubahan dalam bidang perbankan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14/1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Mulai saat itu, sistem perbankan berada dalam kesatuan sistem dan kesatuan pimpinan, yaitu melalui pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia. Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah, dalam kurun waktu 1971-1972 melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan dana yang cukup besar melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program-program Kredit Investasi Kecil (KIK)/Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Investasi (KI), Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), Kredit Koperasi (Kakop), Kredit Profesi Guru (KPG), dan sebagainya. Dengan langkah ini, BI telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar dalam pembangunan ekonomi di luar dana APBN.